SELASA, 13 JULI 2021
PEKAN BIASA XV
Bacaan I : Kel 2:1-15b
Bacaan Injil : Matius 11:20-24
"JANGAN SIA SIAKAN IMANMU
Suadara terkasih dalam bacaan Injil hari ini terungkap kekecewaan Yesus terhadap bangsa-Nya yang keras hati. la mengecam orang-orang Yahudi di Khorazim, Betsaida, dan Kapernaum, yang bersikeras tidak mau bertobat sekalipun di situ Ia telah melakukan banyak mukjizat. Begitu dalamnya kekecewaan Yesus sampai-sampai Ia berkata bahwa seandainya Ia melakukan mukjizat-mukjizat yang sama di Kota Tirus dan Sidon, maka orang-orang Tirus dan Sidon pasti akan segera bertobat dan berkabung (bdk. Mat 11:21). Sesungguhnya ini adalah sebuah ungkapan yang sangat pedas, mengingat bahwa orang-orang Tirus dan Sidon adalah bangsa kafir yang tidak mengenal Yahweh. Dengan berkata demikian, secara tidak langsung Tuhan Yesus menyatakan bahwa bangsa Yahudi tidak lebih baik daripada bangsa-bangsa kafir.
Sebagai seorang penganut Hindu yang taat, Mahatma Gandhi, tokoh perjuangan India, adalah pribadi yang sangat mencintai Alkitab. Bagian Alkitab yang menjadi favoritnya adalah “Delapan Sabda Bahagia” (Mat 5:1-12). Gandhi pernah berkata, “Apabila setiap orang Hindu menjalankan Delapan Sabda Bahagia dengan sungguh-sungguh maka ia pasti akan menjadi seorang Hindu yang sempurna.” Saya yakin, Tuhan Yesus pasti sangat berbahagia ketika mendengar kata-kata Gandhi tersebut. Selain Gandhi, masih banyak tokoh-tokoh non-kristiani lain yang juga mengakui kekagumannya pada Yesus Kristus dan ajaran-Nya (Dalai Lama, Gus Dur, Bung Karno, dan lain-lain).
Menerima Sakramen Baptis kita menjadi saudara-saudari terkasih Tuhan Yesus Kristus. Sungguh ironis, apabila kita sebagai “orang-orang dekat” Tuhan Yesus Kristus tidak tertarik untuk menggali harta kekayaan iman yang telah diwariskan oleh-Nya, sementara banyak orang yang bukan pengikut-Nya justru telah menikmati harta kekayaan iman kita. Kitab Suci dan ajaran para kudus Gereja kiranya mengandung harta kekayaan iman yang sangat berharga untuk kehidupan kita, marilah terus kita gali dan jangan pernah menyia-nyiakannya.
Penulis : Rm. Erik Wahju Tjahjana, O.Carm.
Penerbit : @penerbit_karmelindo
Selamat beraktivitas. Berkah Dalem 🙏
SELASA, 06 JULI 2021
PEKAN BIASA XIV
Bacaan I : Kejadian 32:22-32
Bacaan Injil : Matius 9:32-38
"HADAPI DENGAN KESETIAAN"
Ibu Tri Rismaharini terpilih menjadi menteri sosial pada 23 Desember 2020. Dia adalah seorang pribadi yang memiliki jiwa pelayanan yang tinggi. Bu Risma memilih untuk langsung bekerja dan melaksanakan amanah yang telah didapatkan. Cukup menarik, beliau menyadari bahwa tugas ini berasal dari Tuhan. Kunjungan ke kolong jembatan dilakukannya untuk menolong para gelandangan. Namun, ada beberapa orang melihat bahwa Bu Risma sedang “mencari muka” di hadapan warga ibu kota. Beliau langsung membantah dengan tegas. Baginya, blusukan sudah menjadi gaya dan kebiasaannya bekerja sebagai pejabat pemerintah dan bukan sebagai upaya “mencari muka”.
Para sahabat Cafe Rohani yang setia, kisah Bu Risma ini mungkin pernah dialami oleh para sahabat. Tidak semua perbuatan baik dilihat sebagai perbuatan baik. Pasti ada orang yang selalu memandang negatif dan kita tidak bisa menghindari itu. Injil hari ini juga menunjukkan bagaimana tindakan Yesus yang menyembuhkan orang bisu serta mengusir setan tidak dilihat sebagai karya keselamatan. Orang-orang Farisi menuduh Yesus sebagai penghulu setan, sehingga bisa mengusir setan. Namun, Yesus tak pernah berhenti melakukan karya-karya penyelamatan. Yesus tahu bahwa Dia melakukan hal yang baik dan benar.
Sebagai orang Katolik, kita tidak boleh takut dengan pandangan negatif orang lain. Jangan pernah berhenti untuk melayani sesama meskipun ada beberapa orang berusaha menjatuhkan kita. Yesus tetap melayani dan berkeliling ke semua kota dan desa. Hati-Nya tetap dipenuhi belas kasih meskipun orang Farisi ingin menjatuhkan-Nya. Karya pelayanan tidak boleh berhenti hanya karena adanya gosip yang tidak sedap. Kita melayani sesama demi Yesus Kristus bukan untuk mendapatkan pujian. Marilah para sahabat, kita belajar melayani dengan tulus dan tidak takut dengan gosip-gosip. Tuhan membutuhkan para pekerja dan kita adalah para pekerja itu. Jika ada tantangan, hadapilah dengan kesetiaan bukan dengan ketakutan
Penulis : Fr. Thomas Onggo Sumaryanto, O.Carm.
Penerbit : @penerbit_karmelindo
Selamat beraktivitas. Berkah Dalem 🙏
SELASA, 29 JUNI 2021
HARI RAYA SANTO PETRUS DAN SANTO PAULUS, RASUL
Bacaan I : Kis 12:1-11
Bacaan Injil : Mat 16:13-19
'BANGKIT DARI DOSA"
Hari ini kita merayakan dua orang kudus besar, sekaligus dua orang pendosa besar. Mereka yang dikatakan orang Orang pilihan Ini, dulunya adalah pendosa, Tepatlah apa yang pernah dikatakan oleh Paus Yohanes Paulus II, dalam khotbah untuk para imam, “Kristus tidak takut memilih pembantunya dari kalangan orang berdosa.” Mengapa Tuhan mau memi 'h dua orang berdosa ini? Inilah misteri Allah. Allah punya rencana hebat pada keduanya. Dosa tidak membuat mereka terpuruk. Mereka berani bangkit dan mengalami rahmat keselamatan dari Allah.
Petrus merasa sangat berdosa setelah menyangkal Yesus. Namun, ia bangkit dan memimpin para rasul untuk mewartakan Injil. la menobatkan banyak orang, melakukan banyak keajaiban atas nama Kristus. Paulus mengalami pengalaman yang berbeda. Setelah sebelumnya begitu semangat menganiaya jemaat Kristen, ia berbalik menjadi pewarta Kristus yang amat berani. Berulang kali dianiaya dan hampir mati. Suratnya kepada Timotius melukiskan kebanggaannya sebagai pengikut Kristus, “Darahku sudah mulai dicurahkan dan saat kematianku sudah dekat. Aku telah mengakhiri pertandingan dengan baik. Aku telah mencapai garis akhir dan aku telah memelihara iman” (2Tim 4:7).
Apa yang mendorong keduanya sehingga rela menjadi martir? Pertama, cinta kasih akan Kristus dan Gereja-Nya. Hal ini ditunjukkan dengan kesetiaan sebagai pengikut Kristus sampai mati! Kedua, kerendahan hati untuk mau dibimbing Allah. Kedua rasul besar ini amat taat pada kehendak Allah. Oleh karena itu, Allah tidak segan-segan memberi bantuan dan rahmat keselamatan. Petrus dibantu malaikat Allah dan dibebaskan dari penjara (Kis 12:11). Tidak salah bila Kristus memilih mereka. Mereka amat mencintai Kristus dan Gereja serta mau rendah hati dibimbing Allah. Mereka adalah “batu karang” tempat jemaat Allah kokoh berdiri. Semoga kita mampu meneladani Santo Petrus dan Paulus, para martir Kristus.
Penulis :Rm. Alexander Teguh, O.Carm.
Penerbit : @penerbit_karmelindo
Selamat beraktivitas. Berkah Dalem 🙏
#berkat
#berandakatolik #semogamenjadiberkat
SELASA, 22 JUNI 2021
PEKAN BIASA XII
Bacaan I: Kejadian 13:2.5-18
Bacaan Injil : Matius 7:6.12-14
"BEREMPATI"
Salah satu semangat kristiani yang senantiasa digaungkan adalah pelayanan. Semangat Ini mendorong kita memberikan diri, bagi kebaikan orang lain. Misalnya, seorang ketua lingkungan dalam suatu paroki. Sebagai ketua lingkungan, ia dibutuhkan oleh orang lain untuk mengurus baptisan anak, Sakramen Krisma, perkawinan, atau bahkan urusan kematian. Dengan semangat pelayanan, Ia berusaha untuk memberi yang terbaik bagi umat yang sedang membutuhkannya dengan menyediakan waktu bagi mereka. Itulah pemberian diri bagi umatnya. Akan tetapi, dalam pelayanan tidak jarang dijumpai pula umat yang tidak pernah mau bergabung dalam lingkungan dengan berbagai alasannya. Dalam situasi ini, biasanya terjadi konflik antara tetap ingin melayani dan rasa jengkel. Memang, idealnya adalah tetap melayani, tetapi rasa jengkel juga perlu disembuhkan, sehingga pelayanan yang diberikan tetap melegakan. Apa yang harus dilakukan?
Injil hari ini memberi suatu inspirasi yang kiranya bisa menyembuhkan rasa jengkel tersebut atau paling tidak menguranginya. Yesus berkata, “Segala sesuatu yang kamu kehendaki supaya orang perbuat kepadamu, perbuatlah demikian juga kepada mereka.” Perkataan Yesus ini mengundang kita untuk keluar dari diri kita dan menempatkan diri dalam posisi orang yang membutuhkan pelayanan kita. Kita berempati dengan umat yang membutuhkan. Dengan menempatkan diri dalam posisi yang membutuhkan pelayanan, kita tentu bisa merasakan apa yang sebenarnya umat harapkan dalam situasi tersebut. Saya percaya, jika kita masuk dalam situasi itu, kita sangat berharap bahwa akan mendapatkan pelayanan dengan baik. Saya percaya pula, saat pelayanan yang diharapkan itu diberikan, ada sukacita besar.
Keluar dari diri sendiri dan menempatkan diri dalam posisi orang yang membutuhkan pelayanan memang tidak mudah. Tetapi, bukankah dengan melihat orang lain bersukacita, kita pun akan turut bersukacita? Mari, menjadi pelayan-pelayan pembawa sukacita.
Penerbit : Rm. Krispinus Ginting, O.Carm.
Penerbit : @penerbit_karmelindo
Selamat beraktivitas. Berkah Dalem 🙏
#berkat
#berandakatolik
SELASA, 15 JUNI 2021
PEKAN BIASA XI
Bacaan I : 2Korintus 8:1-9
Bacaan Injil : Matius 5:43-48
"MENCINTAI TANPA BATAS"
Injil hari ini merupakan antitesis terakhir dari khotbah di bukit. Dalam ajaran-Nya, Yesus menuntut agar para pengikutNya tidak hanya mencintai anggota dari kelompoknya saja, tetapi juga musuh-musuhnya. Yesus Ingin membarui hukum lama yang hanya mengajarkan seseorang mengasihi sesama tetapi membenci musuhnya. Hukum baru dari Yesus adalah mengasihi musuh dan berdoa bagi mereka.
Tuntutan baru dari Yesus ini, tidak berdasar pada kodrat manusiawi, tetapi pada kodrat Allah sendiri. Allah telah menjadi contoh bagi kita. Ia membuat matahari terbit untuk orang yang baik maupun orang yang jahat. Hal yang sama telah ditunjukkan juga oleh Putra-Nya. Sebelum akhir hidup-Nya di atas salib, Yesus masih mengajarkan keutamaan kristiani ini. Ia berdoa kepada Bapa agar mereka yang berbuat jahat kepada-Nya, boleh mendapat pengampunan.
Sebagai murid Kristus, kita pun diajak untuk melakukan hal yang sama sebagaimana yang telah dilakukan oleh Sang Guru. Para murid Kristus tidak dapat membatasi perbuatan kasih hanya kepada orang yang sekelompok, atau yang cocok dengan kita. Jika kita mengasihi orang yang mengasihi kita: jika kita memberi salam kepada saudara dan sahabat atau kenalan kita, jika kita mampu hidup berdamai dengan orang yang seagama atau sekelompok dengan kita, tentu itu adalah hal yang baik. Tetapi itu tidak cukup. Seorang pengikut Kristus yang sejati diminta untuk berbuat lebih dari itu, yakni berbuat baik dengan semua orang, termasuk mencintai dan mendoakan musuh kita.
Dalam kenyataannya, hal ini tentu tidak mudah. Kita bisa bergaul bebas dengan orang yang terasa cocok dengan kita. Namun, tidak jarang kita sulit menyesuaikan diri dengan sesama yang terasa tidak cocok dengan kita. Kita begitu mudah mencintai orang yang kompak dengan kita, tetapi sulit untuk mengampuni orang yang konflik dengan kita. Maka, dalam terang sabda Tuhan yang telah kita dengar hari ini.
Penulis : Rm. Hendrikus Dasrimin, O.Carm
Penerbit : @penerbit_karmelindo
Selamat beraktivitas. Berkah Dalem 🙏
#berkat #berandakatolik #semogamenjadiberkat #catholichomeid
SELASA, 08 JUNI 2021
PEKAN BIASA X
Bacaan I : 2Korintus 1:18-22
Bacaan Injil : Matius 5:13-16
"HIDUP INI HAMBAR? "
Sejak usia sangat muda, sekitar kelas 3 SD, Devan telah berpikir untuk bunuh diri. Ia mengungkapkan bahwa ada masalah yang sangat kompleks dengan lingkungannya saat itu, Hal itu berlanjut hingga ia duduk di bangku kelas 2 SMA, ketika dirinya mulai menunjukkan gejala-gejala gangguan jiwa. Ia depresi berat. Hidup sepertinya hambar, tidak ada artinya. Masalahnya tidak pernah berakhir. Dunia dilihat gelap sehingga ia memiliki keinginan untuk bunuh diri.
Hari ini kita mendengar Tuhan Yesus bersabda, “Kalian ini garam dunia. Jika garam itu menjadi tawar, dengan apakah dapat diasinkan? Tiada gunanya lagi selain dibuang dan diinjak-injak orang” (ay. 13). Kita diingatkan bahwa kita dipanggil untuk menjadi garam di tengah banyak orang yang tak punya asa untuk bertahan. Kita diharapkan hadir untuk mereka yang memandang hidupnya hambar atau tidak bermakna. Juga bagi yang tak punya gairah untuk bertahan dan tak punya harapan untuk bangkit. Kita harus menjadi garam, yang sedikit banyak dapat menambah “rasa” atau harapan dalam hidup mereka.
Ketika Yesus bersabda, “Kalian ini cahaya dunia” (ay. 14), Yesus mengingatkan kita bahwa kita juga dipanggil menjadi terang di tengah dunia bagi yang tidak melihat titik terang untuk hidup yang lebih baik. Menjadi terang berarti kita menawarkan diri sebagai pembawa solusi bagi mereka yang mempunyai masalah dalam hidup, bukan malah membawa masalah.
Devan dalam kisah di atas hanyalah salah satu contoh. Masih banyak orang seperti Devan, dengan segala pengalaman konkret yang berbeda. Mereka semua membutuhkan “garam” untuk membangun keyakinan bahwa hidup itu tidak hambar. Mungkin tidak jauh dari kita, ada orang yang tak mampu melihat titik terang dari persoalan hidup yang semakin rumit. Kita dipanggil untuk membawa solusi bagi mereka. Dengan demikian, terang kita bercahaya di depan orang, supaya mereka melihat perbuatan kita yang baik dan memuliakan Bapa yang di Surga (bdk. ay. 16).
Penulis :Rm. Kardiaman Simbolon, O.Carm.
Penerbit : @penerbit_karmelindo
Selamat beraktivitas. Berkah Dalem 🙏
#berkat
#berandakatolik
SELASA, 01 JUNI 2021
PW SANTO YUSTINUS, MARTIR
Bacaan I : Tobit 2:9-14
Bacaan Injil : Markus 12:13-17
"BERTINDAK BENAR"
Tidak ada kawan atau lawan yang abadi! Yang abadi hanyalah kepentingan.” Kaum Farisi menolak pembayaran pajak. Bagi mereka, tanah adalah harta pusaka turun-temurun, milik Allah. Sementara orang Herodian (orang Yahudi pendukung Herodes Antipas) tidak mempermasalahkan pembayaran pajak, Kedua kelompok yang sehari-hari bertolak belakang ini, bersekongkol untuk menjerat Yesus. Mereka sepakat untuk melakukan kejahatan. Persekongkolan itu mereka wujudkan dengan pertanyaan bersayap, “Apakah diperbolehkan membayar pajak kepada Kaisar atau tidak?” (Mrk 12:14). Jika Yesus menjawab “boleh”, secara teologi, Dia dipersalahkan karena melawan Taurat. Sebaliknya, jika Ia menjawab “tidak”, secara politis salah, sebab Dia menentang Kaisar (makar). Maju kena, mundur pun kena.
Yesus mengajak kedua kelompok untuk berdialog, “Gambar dan tulisan siapakah ini?” Jawab mereka, “Gambar dan tulisan Kaisar.” Kalau begitu “Berikanlah kepada Kaisar apa yang wajib kamu berikan kepada Kaisar.” Sebenarnya dengan jawaban tersebut, masalah sudah selesai. Namun, Yesus menambahkan hal baru yang tak terduga oleh mereka, “Dan kepada Allah apa yang wajib kamu berikan kepada Allah” (Mrk 12:17). Dengan tambahan tersebut, Yesus hendak menunjukkan perlunya integritas, yang satu dilakukan, yang lain jangan diabaikan.
Benarkah kaum agamawan (Farisi) mementingkan Allah? Jangan-jangan mereka menomorsatukan kepentingan sendiri dengan memperalat agama (Allah). Sementara mereka yang pro penguasa (Herodian), benarkah mereka telah memberikan kepada Kaisar apa yang menjadi haknya? Jangan-jangan mereka hanya ingin mendapatkan sesuatu yang menguntungkan dirinya atau kelompoknya.
Allah menciptakan dunia seisinya tak saling bertentangan. Maka, jangan mempertentangkan hal-hal yang tak bertentangan. Sebaliknya, mari menyucikan diri kita dengan mengurus hal-hal dunia dalam terang ilahi, sesuai kehendak Allah, sehingga menjadi berkat untuk semua.
Penulis : Rm. Hugo Susdiyanto, O.Carm.
Penerbit : @penerbit_karmelindo
Selamat beraktivitas. Berkah Dalem 🙏
#berandakatolik #berkat
Selasa, 25 Mei 2021
PELAYAN TOTAL
Mrk 10: 28-31
Benar kata Yesus. Yang pertama akan jadi yang terakhir. Dan sebaliknya terakhir akan jadi pertama.
Tadi pagi, saya hampir telat bangun. Waktu keberangkatan pun mepet. Dengan 27 menit tersisa untuk menjangkaui biara susteran sejauh 33 km. Dengan berbagai trik saya berusaha tiba tepat waktu. Banyak zik-zak dibuat. Apalagi jam pagi, banyak pekerja ke kebun, mobil angkutan pekerja pun berseliweran. Belum lagi sopir kaum kakek dan kaum hawa yang mengemudikan mobil dengan pelan dan berada di tengah jalur. Syukurlah saya yang semula di bagian akhir, menjadi bagian pertama. Misa pun dimulai tepat waktu.
Cuplikan Injil ini menjadi pengantar untuk refleksi hari ini. Seperti saya, mungkin banyak pelayan Tuhan lainnya, yang setuju dengan pernyataan Petrus. Kami meninggalkan segalanya, lalu apakah upah kami? Jawaban Yesus sungguh menyentuh. Mengubah cara pikir saya dan mungkin kita yang lain. Memang Yesus berjanji akan memberikan lebih dari yang kita miliki. Keluarga dan harta juga diberikan. Tetapi bukan itu yang ditekankan.
Yesus menekankan justru pada aspek pelayanan. Bahwa semua itu didapat jika kita total mau melayani. Fokusnya diubah dari bagaimana mendapatkan yang hilang itu, tetapi bagaimana kita melayani sesama dengan total. Saat ini situasi pelayanan kita berubah. Maka, kita dituntut untuk mempunyai cara baru dalam menjangkaui banyak orang. Inilah pelayanan model baru yang Yesus harapkan juga.
Makin banyak yang kita jangkau, makin banyak saudara/I yang kita miliki. Saya bersyukur dengan pelayanan kami di sini. Menjadi Katolik di tengah mayoritas non Katolik. Dan, saya punya banyak teman non Katolik. Tiga sekolah dan tiga kampung di mana tak satu pun yang Katolik. Tetapi saya diterima di sana. Berarti, benar kata Yesus. Jadi, bukan soal berapa banyak saudara yang kita miliki, tetapi pertama-tama bagaimana kita melayani.
Maukah kita melayani dengan total dalam setiap profesi kita?
Selamat beraktivitas. Berkah Dalem 🙏
@gordi_sxid
SELASA, 18 MEI 2021
PEKAN VII PASKAH
Bacaan I : Kis 20:17-27
Bacaan Injil : Yoh 17:1-11a
"DOA ITU IKATAN RELASI"
Rosario adalah suatu doa sederhana yang banyak digemari oleh siapa saja. Pada bulan Oktober dan juga Mei, hampir di setiap kesempatan dan di mana saja, umat begitu antusias mendoakannya sebagai suatu ungkapan cinta dan devosinya kepada Bunda Maria, sebuah doa sederhana untuk merenungkan wajah Kristus, dalam misteri-misteri-Nya. Doa itu ikatan relasi yang menguatkan Iman, suatu relasi manusia dengan Tuhan yang memberi kekuatan untuk menjalani hidup ini.
Doa Yesus memberikan kesaksian bahwa Tuhan membangun rasa memiliki dalam perutusan-Nya. la menyadari relasinya yang mendalam dengan Allah Bapa dan menerima orang-orang yang diberikan Bapa kepada-Nya. Firman yang disampaikan Tuhan kepada kita menghantar kita pada pengenalan akan Allah. Dengan pengenalan ini, kita dihantar untuk menyadari bahwa ada kesatuan yangtak terpisahkan antara Yesus dan Bapa dalam pewartaan keselamatan bagi umat manusia. Dari sinilah muncul suatu kesadaran bahwa doa itu adalah sebuah ikatan relasi personal dalam peziarahan hidup manusia.
Suatu ikatan relasi menghantar setiap pribadi untuk menumbuhkembangkan di dalam dirinya rasa memiliki dalam membangun hidup bersama. Seperti sekawanan lembu yang berjiwa sosial, lembu merupakan kawanan ternak yang merasa lebih aman jika berkerumun dan melihat satu sama lain. Mereka cenderung saling mengikuti satu sama lain, dan seekor lembu di depan sebagai pemimpin akan membantu pergerakan mereka tetap mengalir.
Demikian juga kehidupan rohani kita, ikatan relasi menumbuhkan persekutuan yang kuat dengan Tuhan. Setiap pengikut Kristus yang tekun membangun relasi dengan Allah dalam hidup doanya akan memperoleh kasih karunia-Nya. Doa menguatkan hidup kita serta menuntun kita untuk berani memuliakan Allah dalam karya cinta kasih setiap hari. Jadikanlah hidup doa sebagai fondasi dasar bagi bangunan rohani kita. Amin.
Penulis :Rm. Adrianus Feriyanto, O.Carm.
Penerbit : @penerbit_karmelindo
Selamat beraktivitas. Berkah Dalem 🙏
#berkat
#berandakatolik #semogamenjadiberkat #catholichomeid #renunganhariankatolik
SELASA, 11 MEI 2021
PEKAN VI PASKAH
Bacaan I : Kis 16:22-34
Bacaan Injil : Yoh 16:5-11
"BERTANYA"
Terkadang bertanya Itu lebih penting daripada jawabannya.” Ungkapan Ini mau mengajak kita untuk merefleksikannya dari sudut pandang yang positif. Seseorang yang bertanya tentu memiliki alasan yang mendasar, Alasan yang mendasar itulah yang mendorongnya untuk menyeruakan sebuah pertanyaan. Tidak jarang orang yang bertanya sering disalah tafsirkan, bahkan bisa dianggap tendensius. Reaksi seperti ini sebenarnya sedang menunjukkan ketidakmampuan kita untuk berempati. Di sini kita disadarkan bahwa “Terkadang bertanya itu lebih penting daripada jawaban yang diterima, bukan?”
Injil hari ini menegaskan kepada kita betapa sebuah pertanyaan itu sangat penting dan berarti. Hal ini menyeruak dari pernyataan Yesus, “Sekarang Aku pergi kepada Dia yang telah mengutus Aku, dan tiada seorang pun di antara kamu yang bertanya kepada-Ku: Ke mana Engkau pergi?” Kiranya saat ini, Yesus hendak mengukur kedalaman perhatian dan pembatinan para murid akan situasi mereka pada saat itu. Dalam pernyataan-Nya yang berupa pertanyaan, Yesus menyadarkan mereka bahwa Ia hendak pergi! Oleh karena itu, mereka harus berbenah diri.
Tujuan hidup yang tidak pernah dipertanyakan akan mengarahkan kita pada tataran hidup yang tidak bermakna. Demikian pula iman yang tidak dipertanyakan akan membuat kita terpuruk pada kedangkalan penghayatan yang tidak mustahil menjadikan kita intoleransi pada yang lain. Namun untuk mampu bertanya dibutuhkan sebuah keseriusan, prinsip hidup, konsistensi, dalam menggali makna yang lebih dalam dari apa yang kelihatan dan dirasakan secara lahiriah. Pernyataan Yesus menjadi sebuah keprihatinan bagi kita yang tidak pernah membatinkan iman yang kita hayati setiap hari. Kita hanya ikutikutan saja sehingga tidak memilik! empati terhadap pribadi maupun situasi di sekitar, Jadilah pribadi yang selalu bertanya Sehingga kita menjadi pribadi yang berempati dan toleransi.
Penulis : Rm. Aditya Permana, O.Carm.
Penerbit : @penerbit_karmelindo
Selamat beraktivitas. Berkah Dalem 🙏
#berkat
#berandaktolik
#semogamenjadiberkat #catholichomeid #renunganharianberkat
SELASA, 04 MEI 2021
PEKAN V PASKAH
Bacaan I : Kis 14:19-28
Bacaan Injil : Yoh 14:27-31a
"MURID KRISTUS ITU AGEN PEMBAWA DAMAI"
Dalam setiap perayaan pengucapan kaul biarawan Karmel, umat biasanya menyanyikan lagu yang syairnya kurang lebih seperti ini, "Lihatlah betapa senang dan indahnya, tinggal bersama sebagai saudara.” Lagu ini dinyanyikan untuk mengiringi prosesi "memberi ucapan selamat” kepada biarawan yang baru mengucapkan kaulnya. Secara pribadi, saya terharu, merasakan sukacita, sekaligus ada rasa damai luar biasa ketika berjabatan tangan dan saling berangkulan sebagai ungkapan persaudaraan. Hari ini, para murid yang sedang dalam situasi galau dan takut ingin diteguhkan Yesus melalui sabda-Nya, “Damai sejahtera bagi kamu.” Sabda yang sama, “Damai sejahtera Kutinggalkan bagimu, damai sejahtera-Ku Kuberikan kepadamu” senantiasa bergema ketika imam melantunkan doa damai dalam setiap perayaan Ekaristi. Yesus ingin membagikan damai kepada semua yang mencintai-Nya.
la datang membawa damai agar kita yang hidup dalam perselisihan bisa kembali berdamai, Tidak ada hidup yang lebih indah daripada ketika orang hidup dalam damai. Pernahkah kita merasa damai ketika kita sedang bertikai? Apakah kita bisa tenang ketika kita hidup dalam kebencian? Mungkin kita puas ketika kita bisa membalas rasa sakit hati kita terhadap orang yang telah mengecewakan kita, tetapi apakah kita merasa damai?
“Damai” bukan berarti tidak ada perselisihan, persoalan, atau percekcokan. “Damai” artinya kita bisa saling memberi, saling berbagi, saling menghargai saling menghormati, dan saling melayani, Sebab Yesus mengatakan, bahwa damai yang Ia berikan tidak seperti yang diberikan dunia kepada kita. Damai yang diberikan Yesus adalah damat yang dialami ketika orang boleh tinggal dalam dunia, tetapi Tuhanlah yang merajainya. Ungkapan “mengail di air keruh" hendaknya dijauhkan dari pengikut Yesus.
Penulis :Rm. Simon Taa, O.Carm.
Penerbit : @penerbit_karmelindo
Selamat beraktivitas. Berkah Dalem 🙏
#berkat
#semogamenjadiberkat #catholichomeid #renunganharianberkat #berandaktolik
SELASA, 27 APRIL 2021
PEKAN IV PASKAH
Bacaan I : Kis 11:19-26
Bacaan Injil : Yoh 10:22-30
"DOMBA YANG BAIK"
Mungkin ada yang masih ingat nama Susi Pudjiastuti, mantan Menteri Kelautan dan Perikanan pada periode 2014-2019? Ketika dipilih, banyak kritik diberikan kepadanya karena pendidikannya hanya SMP, perokok, dan memiliki tato. Hal yang tidak lazim bagi seorang menteri. Aneka kritik ia buktikan dengan prestasinya selama menjabat. Nelayan pun mendapatkan banyak berkat dari kebijakan-kebijakan yang beliau buat.
Saudara terkasih, manusia mudah sekali mengkritik kekurangan dan kelemahan orang lain. Orang Yahudi merupakan orang yang “gemar” mengkritik sesamanya, terutama terhadap Yesus. Mereka mempertanyakan jati diri Yesus sebagai Mesias, orang yang diurapi. Orang Yahudi mengharapkan Mesias yang mampu membebaskan mereka dari penjajahan Romawi. Hal ini berbeda dengan kedatangan Yesus, Ia datang bukan hanya membebaskan manusia dari penjajahan, tetapi bertemu dengan Allah sendiri. Yesus menggambarkan sikap mau membuka mata dan hati dengan gambaran domba dan gembala. Di mana hubungan keduanya sangat erat, domba mendengarkan dan mengenal gembalanya, domba pun mengikuti gembalanya kemanapun ia pergi.
Kita ini domba dan Yesuslah gembala kita. Bagaimana kita dapat memiliki kedekatan seperti domba dan gembala? Pertama, sudahkah kita mengenal siapa Yesus? Bukan hanya nama dan sejarah hidup-Nya, tetapi juga ajaran-ajarannya. Kedua, sejauh mana ajaran-ajaran Yesus yang kita baca dan dengar dari kitab suci memengaruhi kita? Ketiga, kita akan menjadi pengikut Yesus kalau kita menjalankan apa yang Ia ajarkan dalam kehidupan sehari-hari. Iman tanpa perbuatan pada hakikatnya mati (Yak 2:17). “Iman bukanlah cahaya yang mengusir semua kegelapan kita, melainkan pelita yang menuntun langkah kita di malam hari dan menandai untuk perjalanan” (Paus Fransiskus). Sudahkah kita menjadi domba yang baik dan mengikuti Gembala Sejati: Yesus?
Penulis : Br. Widi Nugroho, O.Carm.
Penerbit : @penerbit_karmelindo
Selamat beraktivitas. Berkah Dalem 🙏
#berkat
#BerandaKatolik #semogamenjadiberkat
SELASA, 20 APRIL 2021
PEKAN III PASKAH
Bacaan I : Kis 7:51-8:1a
Bacaan Injil : Yoh 6:30-35
"HIDUP KEKAL"
Fransiskus adalah seorang warga baru yang datang dari luar kota. Ia tidak menyangka bahwa kehadirannya tidak disukai oleh warga sekitar hanya karena beragama Katolik. Dalam situasi yang tidak menyenangkan ini, Fransiskus berusaha untuk bersikap biasa saja dengan menyapa, ikut kegiatan lingkungan sekitar, kerja bakti, berkegiatan sosial, dan lain sebagainya.
Injil hari ini mengingatkan kembali apa arti hidup yang kekal. Pada akhirnya hidup kita akan menuju pada dua arah yang berbeda yaitu kematian kekal atau kehidupan kekal. Yesus memberi tawaran agar kita mau memilih jalan pada hidup yang kekal kendati tidak semua orang mampu mengerti rahasia besar ini. Hanya orangorang yang setia dan mau mengikuti jejak Kristus, mereka inilah yang akan menerima anugerah hidup yang kekal.
Dalam situasi kehidupan nyata, kita sering mengalami banyak tantangan, bahkan pengalaman tidak disukai oleh orang-orang di sekitar kita. Sebagai seorang kristiani sejati, kita perlu terus berjuang menuju kesempurnaan. Kita perlu terus mengusahakan agar dapat mencapai kebahagiaan kehidupan kekal. Yesus telah memberi teladan hidup agar mau memberi ampun kepada mereka yang menganiaya kita. Hal ini bukan berarti kita hanya menerima begitu saja segala perlakuan buruk dari orang lain.
Kita sebagai umat kristiani memiliki anugerah yang besar, karena Yesus Sang Juru Selamat mau bersikap solider kepada orang-orang kecil dan tertindas. Gambaran ini tampak dalam sifat-sifat yang ada pada seekor domba yang tidak melawan ketika mendapat serangan dari hewan buas yang lain. Seperti seekor domba yang tidak melawan bahkan ketika dibawa ke tempat pembantaian. Mari, kita berusaha menjadi agen-agen pemersatu mengikuti teladan Guru kita dalam mengusahakan perdamaian. Dengan semangat ini, maka kita memiliki modal awal untuk mendapatkan anugerah hidup yang kekal. Anugerah hidup yang menjadi harapan setiap orang yang percaya pada Tuhan.
Penulis : Rm. Tri Prasetyo, O.Carm.
Penerbit : @penerbit_karmelindo
Selamat beraktivitas. Berkah Dalem 🙏
#berkat
#berandakatolik #semogamenjadiberkat #renunganharian
SELASA,13 APRIL 2021
PEKAN II PASKAH
Bacaan I : Kis 4:32-37
Bacaan Injil : Yoh 3:7-15
LAHIR KEMBALI
Suatu hari seorang bapak berkata kepada seorang romo,"Romo saya menyesal menjadi pengikut Kristus.” Sambil terheran-heran romo pun bertanya, “Lho, memangnya kenapa Pak?” Bapak itu berkata, “Dulu sebelum menjadi pengikut Kristus, saya sering mengalami penderitaan, dan setelah menjadi pengikut Kristus, ternyata saya masih juga mengalami penderitaan, lalu apa gunanya saya menjadi pengikut Kristus?” Lalu romo pun berkata, “Pak, Tuhan Yesus datang ke dunia bukan supaya kita terbebas dari salib penderitaan melainkan supaya kita mampu menanggung salib penderitaan dengan kekuatan yang diberikan-Nya kepada kita.”
Banyak pengikut Kristus berpikir bahwa dengan menjadi pengikut Kristus, maka mereka akan terbebas dari segala penderitaan. Dalam Injil hari ini Yesus bersabda, “Dan sama seperti Musa meninggikan ular di padang gurun, demikian juga Anak Manusia harus ditinggikan” (Yoh 3:14). Ketika mendengar kata “ditinggikan”, biasanya orang akan mengartikannya sama dengan “dipermuliakan”. Itu memang tidak salah. Kiranya penulis Injil Yohanes juga setuju akan hal tersebut. Namun, dalam Injil Yohanes, kata “ditinggikan” juga memiliki sebuah arti kiasan, yaitu “disalib”, sebab dengan digantung di atas kayu salib berarti tubuh Yesus Kristus pun ditinggikan dari muka bumi. Injil Yohanes menjelaskan bahwa Yesus Kristus dipermuliakan oleh Allah justru karena penderitaan dan kematian-Nya di kayu salib. Hukum ini juga berlaku bagi kita. Kita juga akan dipermuliakan oleh Allah justru karena kita bersedia menanggung segala penderitaan di dunia ini dengan ikhlas demi Allah.
Yesus bersabda, “...Kamu harus dilahirkan kembali” (Yoh 3:7). Artinya, sebagai pengikut Kristus, kita diminta untuk terus memperbarui diri agar tidak hidup berdasarkan pikiran dan perasaan kita sendiri, tetapi hidup berdasarkan pikiran dan perasaan Yesus Kristus (bdk. Flip 2:5)
Penulis :Rm. Erik Wahju Tjahjana, O.Carm.
Penerbit : @penerbit_karmelindo
Selamat beraktivitas. Berkah Dalem 🙏
#berkat #berandakatolik #semogamenjadiberkat #catholichomeid #renunganharianberkat
SELASA, 06 APRIL 2021
HARI SELASA DALAM OKTAF PASKAH
Bacaan I : Kisah Para Rasul 2:36-41
Bacaan Injil : Yohanes 20:11-18
"MOMEN IMAN MARIA MAGDALENA"
Sendirian ia menangis di kubur itu, Maria Magdalena. Relasi yang dalam dan afektif dengan Yesus membuatnya begitu kehilangan atas kematian Yesus. Orang yang pernah menyelamatkannya, memberinya arti hidup, akhirnya mati konyol di kayu salib. Pagi hari pertama minggu itu, dia paksakan dirinya pergi ke kubur itu, entah untuk menaburkan minyak rempah, atau hanya sekadar menangis. Namun, dia tidak menjumpai mayat Yesus di sana. Dia telah kehilangan Yesus yang hidup, sekarang harus kehilangan Yesus yang mati juga.
Jika Anda pernah kehilangan orang yang begitu berarti dalam hidup Anda, Anda akan memahami kesedihan dan tangis Maria ini. Sembuhnya begitu lama. Peneguhan sering kali tidak mempan, apalagi khotbah yang menggurui. Bahkan bisa saja, Anda merasa muak dengan si pengkhotbah itu. Dari sisi lain, jika Anda berhadapan dengan orang seperti Maria Magdalena ini, tidak perlu mengkhotbahi panjang-lebar seolah Anda adalah guru kehidupan. Kesedihan seperti ini sifatnya sangat personal dan eksistensial (pengalaman khas orang itu). Sikap mendengarkan jauh lebih efektif daripada membanjiri dengan kata-kata.
Dalam kepedihannya, Tuhan menyapa Maria Magdalena dengan namanya "Maria". Ini adalah momen iman: hanya Maria Magdalena sendiri yang mengalami kehadiran Allah yang begitu personal ini. Ketika dia disapa Tuhan dengan namanya, Maria Magdalena merasakan Tuhan ini begitu hadir, menyelamatkannya kembali, menghapus air matanya, memberi arti hidupnya kembali.
Pengalaman akan Allah ini juga akan dialami oleh orang-orang yang kisah hidupnya mirip seperti Maria Magdalena ini. Tuhan sendiri akan datang menghibur, menyelamatkan dan memberi arti hidupnya kembali. Kapan? Seturut waktu Tuhan! Ada yang cepat, ada yang lambat. Yang jelas, momen iman ini pasti akan tiba waktunya, momen ketika Tuhan Yesus memanggil nama Anda, menghapus air mata Anda, menyelamatkan dan memberi Anda kembali arti hidup.
Penulis :Rm. Lamtarida Simbolon, O.Carm.
Penerbit : @penerbit_karmelindo
Selamat beraktivitas. Berkah Dalem 🙏
#berandakatolik
SELASA, 30 MARET 2021
HARI SELASA DALAM PEKAN SUCI
Bacaan I : Yesaya 49:1-6
Bacaan Injil : Yohanes 13:21-33.36-38
"PERINGATAN"
Daya ingat manusia itu terbatas, sehingga kerap kali muncul kelupaan. Lupa berarti hilangnya kesadaran akan sesuatu atau seseorang yang telah diketahui sebelumnya. Kehilangan ini terjadi secara alamiah dan tidak dikehendaki. Untuk mengatasi kelupaan, sering dibuat peringatan, berupa: catatan, gambaran, hingga petuah. Walau bentuknya beragam, inti peringatan cuma satu, yakni: ingin mempertahankan kesadaran. Tanpa kesadaran, niscaya tiada ingatan.
Warta Injil hari ini bernuansa menjelang Paskah. Yesus dikisahkan mengadakan perjamuan bersama para murid-Nya. Dalam perjamuan ini, Yesus memperingatkan Yudas dan Petrus. Peringatan kepada Yudas dilakukan dengan cara memberi roti yang sudah dicelupkan. Sesuai tradisi Perjamuan Paskah, tindakan ini sebenarnya melambangkan penghormatan dari si pemberi kepada si penerima. Yesus berbuat demikian kepada Yudas untuk menunjukkan rasa cinta-Nya yang besar. Namun, Injil menulis “.. sesudah Yudas menerima roti itu, ia kerasukan iblis”. Artinya, Yudas memang telah kukuh dengan pengkhianatannya. Ia tidak peduli lagi akan Yesus. Segala kebaikan Yesus telah sirna dari ingatannya. Maka, peringatan itu tak bermakna apapun baginya.
Sedangkan, peringatan Yesus kepada Petrus mencakup penyangkalan Petrus kelak. Petrus berujar bahwa ia berani mati bagi Yesus dan memang hal itu akan terjadi. Petrus wafat sebagai martir. Tetapi, Petrus akan menyangkal Yesus sebanyak tiga kali di saat Yesus sedang diadili. Hampir sama seperti Yudas, Petrus “melupakan” Yesus di hadapan orang yang bertanya tentang relasi mereka. Namun syukurlah, penyangkalan itu segera disadari. Petrus mengingat kembali peringatan Yesus dan iapun menyesal serta bertobat.
Entah disadari atau tidak, kita pun kerap berlaku seperti Yudas dan Petrus. Kita melupakan Yesus dalam keseharian hidup.
Penulis : Rm. Valentino Untung Polo Maing, O.Carm.
Penerbit : @penerbit_karmelindo
Selamat beraktivitas. Berkah Dalem 🙏
#berkat #berandakatolik #semogamenjadiberkat #catholichomeid #renunganharianberkat
SELASA, 23 MARET 2021
PEKAN V PRAPASKAH
Bacaan I : Bilangan 21:4-9
Bacaan Injil : Yohanes 8:21-30
"KELEKATAN"
Santo Yohanes Dari Salib dalam tulisan rohaninya "Mendaki Gunung Karmel” menulis demikian, “Semua makhluk dibandingkan dengan Allah bukan apa-apa dan kelekatan orang padanya merupakan halangan baginya untuk dapat diubah ke dalam Tuhan” (Mendaki Gunung Karmel 1.4.3.). Dalam usaha menemukan Allah yang digambarkan dengan mendaki Gunung Karmel, ada dua jalan yang biasa ditempuh orang yang kurang sempurna. Pertama, orang satu ingin mencari Allah sambil menikmati: barang-barang duniawi, milik, sukacita, pengetahuan, hiburan, istirahat. Kedua, ingin mencari Allah melalui jalan penghiburan rohani: barang-barang rohani, kemuliaan, sukacita, pengetahuan, penghiburan, istirahat. Namun ternyata bukan kedua jalan itu yang menunjukkan jalan berjumpa dengan Allah. Jalan yang harus ditempuh adalah melepaskan semua itu.
Dalam Injil, ”... ke tempat Aku pergi, tidak mungkin kamu datang.” Orang-orang Yahudi yang hadir pada saat itu tidak mengerti maksud Yesus mengatakan hal ini. Barangkali kita yang mendengar hal ini juga tidak mengerti maksud dari perkataan Yesus. Ditambah Yesus berkata, “Kamu berasal dari bawah, Aku dari atas: kamu dari dunia ini, Aku bukan dari dunia ini.” Bisajadi kita tidak sungguh-sungguh memahami perkataan-perkataan ini.
Bercermin dari apa yang diajarkan Yohanes Salib, Yesus berbicara soal persatuan dengan Allah dan syarat-syarat untuk bersatu dengan Allah. Syarat yang paling mendasar adalah Melepaskan diri dari kelekatan duniawi. Itulah yang dimaksud Yesus dalam perkataan “Ke tempat Aku pergi, tidak mungkin kamu datang.” Untuk sampai ke tempat Yesus pergi, kita diminta untuk tidak lekat pada hal-hal duniawi maupun rohani seperti yang Santo Yohanes dari Salib sebutkan tadi. Mari mempersiapkan Pekan Suci, datang kepada Bapa, dengan berani melepaskan Segala bentuk kelekatan yang ada di dalam diri supaya kita tidak Mati dalam dosa. Kelekatan pada hal-hal duniawi akan menghambat kita untuk berjumpa dengan Allah.
Penulis :Bpk. Aris Kurniyawan
Peneebit : @penerbit_karmelindo
Selamat beraktivitas. Berkah Dalem 🙏
#berkat #berandakatolik
SELASA, 16 MARET 2021
PEKAN IV PRAPASKAH
Bacaan I : Yehezkiel 47:1-9.12
Bacaan Injil : Yohanes 5: 1-16
"KERJA SAMA"
Tidak ada manusia yang mampu bekerja sendirian. Semua tujuan dicapai dengan sebuah kerja sama. Injil hari ini menggambarkan kepada kita apa yang selama ini menggerakkan hidup manusia: kerja sama antara kehendak kuat dan kerja keras manusia dengan rahmat Tuhan.
Yesus bertanya kepada orang yang sudah tiga puluh delapan tahun lamanya sakit. “Kamu mau sembuh?” Mungkin ada yang berpikir kalau ini pertanyaan konyol yang tidak perlu ditanyakan. Bisa jadi begitu. Tetapi, bukan tidak mungkin kondisi yang telah lama dialami orang itu membuat situasi menjadi berbeda. Bisa jadi ia telah menyerah kepada sakitnya dan tidak peduli apa-apa lagi. Atau bisa jadi justru ia menikmati kondisinya, karena toh ada orang-orang yang memelihara dia. Dia tidak perlu repot mengurusi dirinya seperti kalau dia sehat dan kuat.
Jawaban cepat orang sakit itu mengungkapkan kepada kita harapan yang masih tersimpan. Inilah pintu masuk rahmat. Lewat pintu inilah Yesus bisa menawarkan rahmat-Nya. Yesus pun mulai bekerja. Ia memberi perintah kepada orang itu. Dalam kondisi sehat, tindakan yang diperintahkan itu hanyalah tiga hal sepele yang mudah dilakukan: bangun, mengangkat tilam, dan berjalan. Tilam itu pastilah barang sederhana yang tak berarti bobotnya. Tapi bagi orang yang sudah tiga puluh delapan tahun lamanya tak bisa apa-apa bahkan haI-hal gampang itu pun tampak mustahil. Akhirnya, kita lihat kehendaknya yang kuat, usahanya melawan kemustahilan, diperkuat oleh rahmat dan kuasa Yesus, membawa kesembuhan baginya.
Hal ini kiranya berlaku juga dalam kaitan dengan kondisi alam kita yang sakit, bahkan sudah lebih dari tiga puluh delapan tahun. Sakitnya parah dan sulit menemukan tanda-tanda perbaikan kondisinya. Tapi jangan lupa bahwa Yesus pun berkuasa atas alam kita. Kalau kita masih punya harapan agar alam kita menjadi lebih baik, kita pun perlu memelihara kehendak yang kuat dan terus melakukan usaha yang keras.
Penulis :Rm. Ignatius Sukarno, O.Carm.
Penerbit : @penerbit_karmelindo
Selamat beraktivitas. Berkah Dalem 🙏
#berkat #berandakatolik #renunganharianberkat
SELASA, 09 MARET 2021
PEKAN III PRAPASKAH
Bacaan I : 1 Daniel 3:25.34-43
Bacaan Injil : Matius 18:21-35
"DIANGGAP BODOH"
Sejak dahulu, keledai dianggap binatang yang bodoh. Namun, sejatinya ia binatang pintar, tangguh, dan pekerja keras, Kepintarannya mampu mengingat jalan yang pernah dilaluinya, bahkan yang ditemui sejak 25 tahun lalu, b) mampu membawa beban untuk segala medan berat, c) mampu mendengar keledai Iain dari jarak 60 mil, d) tidak suka bertengkar, e) mampu melihat malaikat, yang tak bisa dilihat manusia(BiI22:23).
Dalam belajar, ada istilah ”jembatan keledai”. Yaitu cara ”bodoh" untuk menghafal, membuat singkatan unik, mudah diingat, dan menyenangkan. Misalnya warna pelangi: Mejikuhibiniu. Dari kata MErah, Jlngga, KUning, Hljau, Blru, Nlla dan Ungu. Tetapi apakah ini cara bodoh? Tidak! Ini jenius. Maka dianggap bodoh itu tidak bodoh, karena hanya dianggap saja.
Injil hari ini mengajarkan kita tentang pengampunan. Petrus sudah sangat bangga menyodorkan sikap mengampuni sampai tujuh kali. Ajaran Tuhan menegaskan: yang benar, sampai tujuh puluh kali tujuh kali. Artinya tidak terbatas. Pola pengampunan seperti ini pasti dianggap bodoh oleh dunia. Karena dianggap lemah, naif, dungu, boros, tidak berwibawa, dan merepotkan. Manusia memang kerap menganggap bodoh perkara-perkara surgawi. Kalau begitu, Allah dan kebijakan-Nya pun juga dianggap bodoh. Banyak peristiwa terjadi dalam perjumpaan dengan Yesus, para ahli Taurat dan kaum Farisi ingin mengajari Tuhan. Namun Tuhan Yesus selalu dapat balik mengajari mereka lewatjawaban cerdas ilahi.
Inilah kecerdasan rahasia Allah, bahwa Yesus mau menjadi bodoh dan kalah dengan rela disalibkan, demi memenangkan dunia. Peristiwa salib sejatinya merupakan pengampunan tak terbatas itu. ”Salib adalah kebodohan bagi mereka, namun bagi kita, salib adalah kekuatan dan hikmat Allah” (1Kor 1:18.23). Ingatkah kita bahwa keledai yang dianggap bodoh, menjadi tunggangan pilihan Sang Raja Damai ketika memasuki Yerusalem.
Penulis :Rm. Eligius lpong, O.Carm.
Penerbit : @penerbit_karmelindo
#berandakatolik #berkat #renunganharianberkat #semogamenjadiberkat #catholichomeid
SELASA, 02 MARET 2021
PEKAN II PRAPASKAH
Bacaan I : Yesaya 1:10.16-20
Bacaan Injil : Matius 23:1-12
"HIDUP TULUS"
Seorang lbu lngin mengajari anaknya satu hal penting dalam kehidupan. Ia meminta anaknya untuk mencelupkan jarinya ke dalam air lalu menarik jarinya itu. Ibu itu bertanya, “apa yang kamu pikirkan tentang hal ini?” “Jariku basah, Bu, dan air itu tetap saja seperti sediakala." Lalu Ibu itu dengan lembut berkata, "Hidup kita juga seperti saat kita mencelupkan jari dalam air itu. Kita tidak bisa memikirkan bahwa segala sesuatu terpusat pada diri kita sendiri, seolah semuanya bergantung pada kita. Air itu tidak berubah setelah kita mencelupkan jari kita, mungkin ada goncangan sesaat dalam air, tetapi permukaannya tetap sama.”
Dalam hari ini, Yesus mengingatkan para murid untuk tidak meniru kelakuan para ahli Taurat dan kaum Farisi yang suka akan kehormatan. Mereka bertindak seolah-olah mereka adalah pusat dari hukum dan kebenaran. Dengan demikian, mereka berhak membebankan hukum pada orang lain, namun mereka enggan melakukannya dalam hidup sehari-hari. Tindakan mereka ini adalah sebuah kepalsuan yang dibungkus dengan kebaikan. Tindakan palsu ini sebenarnya merugikan mereka karena hidup mereka tidak akan damai, ada hati nurani yang menuntut mereka untuk hidup dengan lebih tulus dan jujur.
Ketulusan hati agaknya menjadi salah satu hal yang sangat langka dewasa ini. Orang lebih terpikat untuk tampil hebat namun palsu daripada tampil apa adanya dengan tulus. Paus Yohanes Paulus ll pernah berkata, “Pemberian diri yang tulus menolong kita untuk memperoleh kemerdekaan dan sukacita sejati.” Orang tidak akan bisa bahagia sebelum ia melakukan tugasnya dengan tulus dan jujur.
Yesus meminta para murid-Nya untuk tidak mengejar tempat-tempat terhormat hanya agar dihormati. Jalan yang Yesus tunjukkan adalah jalan pelayanan dan penyangkalan diri. Jalan Itu adalah Jalan berbatu terjal menuju kalvari, namun sekaligus menjadi jalan yang menyelamatkan.
Penulis : Rm. Charles Virgenius, O.Carm.
Penerbit : @penerbit_karmelindo
Selamat beraktivitas. Berkah Dalem 🙏
#berkat #berandakatolik
SELASA, 23 FEBRUARI 2021
PEKAN I PRAPASKAH
Bacaan I : Yesaya 55:10-11
Bacaan Injil : Matius 6:7-15
"SECUKUPNYA"
Di tengah kehidupan yang serba cepat dan modern ini, banyak sekali tantangan yang kita hadapi. Salah satu tantangan adalah kemampuan untuk mau berkata cukup. Dalam bahasa rohani istilah ini kita kenal dengan ugahari atau sikap asketis. Berkata cukup artinya tidak memenuhi ego kita dengan keinginan-keinginan yang tidak teratur dan tidak penting, sehingga mendorong kita untuk mengerti arti mengucap syukur.
Hari ini, Yesus menegaskan kembali makna dari doa Bapa Kami. Salah satu penggalan doa Bapa Kami yang dapat kita renungkan dalam Masa Prapaskah ini adalah "Berilah kami pada hari ini makanan kami yang secukupnya” (ay. 11). Penggalan doa ini memiliki pesan yang sangat kuat bagi kita. Di tengah situasi pandemi kita diajak untuk tidak egois dengan menimbun banyak barang dan makanan. Kita hendaknya mencukupkan diri dan mengambil peran dengan menolong orang lain yang kurang beruntung. Dengan berdoa, berilah kami makanan secukupnya . kita diajarkan untuk bersyukur atas apa yang kita terima. Kita tidak meminta lebih atau merampas hak orang lain apalagi hingga menghalalkan segala cara. Dalam hal makanan kita diingatkan dengan pesan Bapa Suci untuk tidak membuang makanan karena membuang makanan sama halnya dengan merampas dari meja orang miskin. Apa pun yang kita terima dengan cukup membantu kita menjadi lebih damai dan lepas bebas. Hati kita tidak diarahkan pada keinginan-keinginan yang tidak perlu dan berlebihan.
Secukupnya berarti tidak berlebihan dan sesuai dengan takaran. Hidup kita menjadi lebih tenang dan damai tanpa ada keinginan-keinginan yang mendorong kita pada nafsu dan dorongan tidak teratur. Semoga selama Masa Prapaskah ini, kita sungguh-sungguh diarahkan menjadi pribadi yang memiliki kedamaian hati. Kemauan dan kemampuan kita untuk berkata cukup akan membebaskan kita dari segala belenggu keinginan tak teratur yang akan membawa kita dalam dosa.
Penulis : Bpk. Aris Kurniyawan
Penerbit : @penerbit_karmelindo
Selamat beraktivitas. Berkah Dalem 🙏
#berkat
#berandakatolik
SELASA,16 FEBRUARI 2021
PEKAN BIASA VI
Bacaan I : Kejadian 6:5-8;7:1-5.10
Bacaan Injil : Markus 8: 14-21
"MASIH BELUM MENGERTI?"
Menjelang Masa Prapaskah, berulang kali saya ditanya bagaimana melakukan puasa atau pantang yang benar. Sebagian mereka yang bertanya ingin memperdalam pemahamannya, sebagian lain tampak sama sekali belum mengerti apa Itu puasa dan pantang.
Tanpa maksud menghakimi, saya mengaitkan ketidakmengertian orang yang bertanya tadi mirip dengan ketidakmengertian murid-murid Yesus. Dalam Injil hari ini, Yesus memperingatkan murid-murid-Nya agar waspada terhadap ragi orang Farisi dan ragi Herodes. Tetapi para murid-NYA malah mengira Yesus bicara soal tidak ada roti. Yesus mau mengajar agar murid-murid berhati-hati terhadap kemunafikan dan penyalahgunaan kekuasaan, tapi mereka masih berpikir soal makanan. Yesus berbicara soal rohani, sedangkan pikiran para murid melekat pada hal jasmani.
Kita perlu memahami bahwa pantang dan puasa yang kita lakukan di Masa Prapaskah bukanlah soal makanan atau soal jasmani belaka. Pantang dan puasa, doa dan derma, merupakan ungkapan pertobatan kita. Karena dosa tiap orang berbeda, tentu usaha pertobatannya juga berbeda. Tentu sulit sekali menentukan ketentuan pertobatan yang sesuai untuk setiap orang. Maka, Gereja merumuskan suatu panduan umum untuk membantu seluruh anggotanya melakukan pertobatannya. Aturan pantang dan puasa adalah panduan sederhana bagi umat untuk mengungkapkan tobatnya. Yang paling penting dan mendasar adalah semangat pertobatannya, bukan aturan atau caranya. Cara haruslah mengungkapkan semangatnya. Cara boleh bagaimana saja sesuai situasi dan kondisi pribadi, tapi harus dengan jujur dan wajar mengungkapkan pertobatan kita.
Terkait dengan alam, puasa atau pantang kita bisa saja terkait dengan penggunaan air, listrik, kertas, plastik, dan segala hal lain yang bisa memengaruhi lingkungan dan alam kita. Meski sedikit, kalau dilakukan bersama bisa menjadi lebih banyak. Bisa juga menjadi benih yang kuat untuk kebiasaan baru yang lebih bersahabat dergan alam.
Penulis : Rm. Ignatius Sukarno, O.Carm.
Penerbit : @penerbit_karmelindo
Selamat beraktivitas. Berkah Dalem 🙏
#berandakatolik
#berkat
SELASA, 09 FEBRUARI 2021
PEKAN BIASA V
Bacaan I : Kejadian 1:20-2:4a
Bacaan Injil : Markus 7:1-13
"BELAJAR DARI BURUNG MERPATI"
Kaum Farisi dan para ahli Taurat adalah insan cerdik pandai, mengenal hukum Taurat dengan jeli dan fasih. Kali ini mereka menegur Yesus berkenaan para murid-Nya, yang makan dengan tangan najis karena tidak dibasuh. Yesus pun berbalik menegur bahwa mereka memuliakan Allah hanya dengan bibir, padahal hati jauh dari Allah, maka percuma mereka beribadah. Kedua, perintah Allah diabaikan dan tidak berlaku, lebih mengajarkan perintah manusia. Rupanya mereka itu perlu belajar pundi-pundi lingkungan alam.
Sebagaimana dalam bacaan pertama, aneka satwa termasuk burung burung diciptakan Allah untuk menjadi penolong bagi manusia. Pertolongan itu terjadi bila kita mau belajar dari sifat sifat baik mereka. Hewan saja bisa melakukan, bagaimana dengan kita? Kali ini kita belajar dari burung merpati.
Dalam ilmu pengetahuan, seirama kitab suci merpati mempunyai sifat-sifat, cerdik (Mat 10:16); simbol kesucian (Roh Kudus), setia, lembut dan peka (Mrk 1:10), hidup yang dipersembahkan, bagi orang miskin (lm 4: 2), kedamaian (Kej 8:11), cantik dan merdu (Kid 1:15, 2:14). Sifat merpati yang pemberani, selalu tahu jalan pulang, pembawa pesan dalam perang dunia, telah menyelamatkan jutaan orang. Berbagi tanggung jawab, si betina dan jantan berganti mengerami "telur, merawat dan membesarkan anak.
Cerdik pandai yang tidak disertai oleh sikap hati yang suci, setia, lembut, peka, ramah, berani, penyelamat, mau berbagi, hanya akan menjadi pribadi picik dan egoistis. Mereka hanya mencari keuntungan sepihak dan tega menindas sesama. Hukum Taurat yang seharusnya membangun sukacita menjadi derita bagi umat karena dimanipulasi. Andai kaum Farisi dan ahli Taurat mau belajar dari sifat merpati, maka Yesus tidak perlu menegur keras kepada mereka. Teguran yang sama juga akan diarahkan pada kita, bila hidup kita tidak selaras dengan kehendak Allah. Mari, kita belajar dari merpati. .
Penulis :Rm. Eligius Ipong, O.Carm.
Penerbit : @penerbit_karmelindo
Selamat beraktivitas. Berkah Dalem 🙏
#berkat
#berandakatolik
SELASA, 02 FEBEUARI 2021
PESTA YESUS DIPERSEMBAHKAN DI BAIT ALLAH
Bacaan I : Maleakhi 3:1-4
Bacaan Injil : Lukas 2: 22-40
"PERSEMBAHAN HIDUP"
Setiap tahun, pada 2 Februari ketika gereja merayakan Pesta Yesus dipersembahkan di Bait Allah, gereja juga merayakan hari Hidup Bakti Sedunia. Pada tahun 2021 ini, kita bersama-sama merayakan hari Hidup Bakti Sedunia ke-25. Gereja seakan menyadari bahwa Hidup Bakti adalah sebuah persembahan. Jika dahulu Yesus dipersembahkan di Bait Allah, kini setiap pelaku hidup bakti juga turut mempersembahkan hidup mereka bagi Tuhan dan Gereja.
Dalam Injil hari ini, Simeon bergembira karena melihat keselamatan yang terbit bagi para bangsa. Keselamatan itu tersembunyi dalam rupa bayi mungil yang dipersembahkan orang tuanya secara sederhana. Tidak ada pesona gemerlap dunia di dalam bayi kecil itu. Namun, Simeon melihat dengan mata imannya, fajar pengharapan telah menyingsing. Mata iman selalu menemukan rahmat di balik setiap hal vang tersembunyi. Setiap orang kristiani, teristimewa para pelaku hidup bakti perlu belajar untuk melihat peristiwa hidup degan mata iman, dengan hati yang hangat dan terarah pada Tuhan. Dengan cara ini, mereka akan mewarnai dunia dengan sukacita dan kehangatan. Mereka akan mewartakan Kabar Sukacita dengan sukacita sejati yang berasal dari hati yang hangat.
Bagi banyak orang yang bukan merupakan pelaku hidup bakti, hari ini tetaplah menjadi hari yang penting bagi hidup kita masing-masing. Kita diinspirasi untuk mempersembahkan hidup pada Tuhan lewat doa dan karya kita setiap hari. Yesus adalah teladan dalam persembahan hidup. Ketika masih bayi, Dia dipersembahkan oleh kedua prang tua-Nya, selanjutnya dalam perjalanan waktu, Dia sendiri mempersembahkan Diri-Nya bagi penebusan umat manusia dengan wafat di kayu salib. Persembahan selalu menuntut kurban. Tidak pernah ada persembahan tanpa kurban. Semoga melalui persembahan hidup setiap hari, kita diantar untuk semakin dekat dengan Yesus sendiri.
Penulis : Rm. Charles Virgenius, O.Carm.
Penerbit : @penerbit_karmelindo
Selamat beraktivitas. Berkah Dalem 🙏
#berkat
#berandakatolik
SELASA, 26 JANUARI 2021
PW SANTO TIMOTIUS DAN TITUS, USKUP
Bacaan I : 2Timotius 1:1-8 atau Titus 1:1-5
Bacaan Injil : Lukas 10:1-9
SEPERTI DOMBA
Yesus mengutus para murid-Nya berdua-dua. Yesus berpesan bahwa mereka diutus seperti domba ke tengah-tengah serigala. Domba adalah simbol kemuridan Yesus Kristus. Seorang murid melanjutkan dan mengerjakan karya gurunya, yaitu Yesus Kristus. Karya yang dijalankan oleh seorang murid adalah karya Yesus Kristus sendiri bukan karya pribadinya sendiri.
Murid tetaplah murid. Jika seorang murid tahu tentang hal ini, maka dia tidak perlu merasa takut dan merasa tidak mampu jika di depannya dihadapkan dengan kesulitan dan hambatan. Yesus adalah guru yang berhasil mengatasi semua kesulitan dengan puncak adalah salib dan kematian. Yesus menjadi domba yang menyerahkan diri untuk dibawa ke tempat pembantaian demikian murid harus belajar menjadi domba yang siap untuk dibawa ke tempat pembantaian. Sesungguhnya tempat pembantaian adalah medan pelayanan. Sesungguhnya serigala itu adalah tempat di mana murid tidak mendapatkan jaminan dan kekuatan untuk mempertahankan hidup. Kekuatan dan pertahanan seorang murid adalah Yesus itu sendiri.
Kita semua adalah murid yang diberi tugas oleh Yesus ke tempat pelayanan. Tempat pelayanan kita sesungguhnya adalah tugas dan tempat kerja kita masing-masing. Yesus juga menyampaikan hal yang sama kepada kita. Karena itu, hendaklah kita menjadi murid yang belajar menjadi domba yang menggantungkan hidup sepenuhnya kepada Yesus. Hendaklah kita belajar menghadapi tantangan-tantangan itu dengan jiwa seekor domba yang tulus dan setia kepada gembala yang sejati yaitu Yesus Kristus. Kita hanyalah alat di tangan Tuhan. Kita mengerjakan apa yang menjadi pekerjaan Yesus sendiri. Karena itu, mulailah suatu pekerjaan dengan mengundang Tuhan Yesus sendiri yang bekerja dan biarkanlah Ia yang menyelesaikannya. Jika kita sudah setia menyertakan Tuhan Yesus dalam pekerjaan dan pelayanan kita, niscaya kita akan mampu menghadapi serigala-serigala hidup menakutkan yang akan mencabik-cabik diri kita.
Penulis : Rm. Karolus Sola, O.Carm.
Penerbit : @penerbit_karmelindo
Selamat beraktivitas. Berkah Dalem 🙏
#berkat
#berandakatolik
SELASA, 19 JANUARI 2021
PEKAN BIASA II
Hari Kedua Pekan Doa Sedunia
Bacaan I : Ibrani 6:10-20
Bacaan Injil : Markus 2:23-28
SEDERHANA
Kalau bisa dibikin rumit dan berbelit-belit, kenapa dibiarkan sederhana. Jika bisa dipersulit, mengapa dipermudah. Demikian kesan tentang sebagian layanan publik di negeri ini. Aturan dan prosedur tidak membuat layanan menjadi cepat, lancar, jelas, praktis, dan menyenangkan. Sebaliknya, kadang untuk menciptakan kesan, bahwa pelayan publik itu dibutuhkan banyak orang. Bangga, bisa mempersulit orang.
Itu pula gambaran tentang mentalitas orang-orang Farisi. Mereka mempersoalkan tentang murid-murid Yesus yang pada hari Sabat memetik bulir gandum dan memakannya. Karena itu mereka anggap sebagai melanggar hukum Sabat, orang Farisi merasa terganggu.
Jawaban Yesus menegaskan inti, dasar, jiwa, dan tujuan dari hukum Sabat. Pertama, hukum itu merupakan penjabaran dari hukum utama, yakni cinta kasih. Selama pelaksanaannya tidak melanggar cinta kasih, tidak perlu dimasalahkan. Kedua, mengatur soal beristirahat supaya orang menikmati kemerdekaan (bebas dari tuntutan kerja) dan bisa beristirahat. Membuat hidup ini nyaman dan membahagiakan. Jadi, hukum Sabat digunakan untuk memfasilitasi hidup manusia. Sederhana, kan?
Orang Farisi yang kurang memahami inti hukum Sabat secara benar justru mengalami kesulitan. Mereka terbelenggu oleh hukum itu. Lalu, membuat orang lain terbelenggu pula. Hukum Sabat membebaninya; bukan memerdekakannya. Maka, Yesus bersabda, ”Hari Sabat diadakan untuk manusia dan bukan manusia untuk hari Sabat”(Mrk 2:27).Jelas dan sederhana.
Inti dan tujuan aturan dalam Gereja juga sama, yakni membuat kita mengalami kasih dan kebebasan. Prosedur dalam pelayanan kepada umat di paroki, wilayah, dan lingkungan dimaksudkan supaya orang lebih mudah mengalami rahmat dan kasih Tuhan. Bukan sebaliknya. Maka, jangan sampai pelayanpelayan umat tampil sebagai birokrat-birokrat Gereja yang mempersulit umat dalam mendapatkan pelayanan. Buatlah hidup bersama dan pemenuhan kebutuhannya mudah dan sederhana.
Penulis : Rm. Albertus Herwanta, O.Carm.
Penerbit : @penerbit_karmelindo
#berandakatolik
SELASA, 12 JANUARI 2021
PEKAN BIASA I
Bacaan I : Ibrani 2:5-12
Bacaan Injil : Markus 1:21b-28
BERTUMBUH DAN BERKEMBANG
penerbit : @penerbit_karmelindo
Proses hidup manusia (dari Iahir sampai mati) dalam rangka untuk bertumbuh dan berkembang menuju kepada yang lebih baik dan lebih sempurna. Biasanya kalau ada tahapan dalam suatu proses yang tidak menumbuhkan dan mengembangkan akan menjadi hambatan dalam proses selanjutnya. Maka perkembangan hidup manusia perlu dilakukan dan dijalani dengan baik supaya dapat berkembang menuju kepada kedewasaan. Semua itu melalui proses. Proses untuk menjadi sesuatu atau seseorang.
Demikian juga dalam proses beriman kita kepada Yesus harus bertahap dan menuju kepada kedewasaan iman. Sebenarnya, kita bertanya apa artinya hidup dalam iman atau hidup beriman itu. Iman itu tidak bisa dipisahkan dari rasa syukur dari dalam diri kita. Bersyukur atas alam yang ada dan kaya ini. Orang yang beriman pasti hidup dalam rasa syukur setiap saatnya, setiap waktu, dan setiap kesempatan. Kita harus menyadari bahwa kehidupan ini dan alam adalah anugerah Tuhan yang patut disyukuri dalam segala hal. Jika kita bersyukur atas alam, maka kita akan merawatnya dengan baik. Termasuk saat bangun di pagi hari yang merupakan berkat dari Tuhan karena kita masih diberi kesempatan sehari lagi untuk mengembangkan dan meningkatkan iman kita.
Hidup dalam iman maka berkembang dalam ketaatan. Taat akan apa yang diperintahkan oleh Tuhan sendiri dan juga tidak menyimpang dari jalan-Nya. Taat untuk menjaga alam yang sudah diberikan Tuhan kepada kita untuk diolah, bukan dirusak. Hari ini Yesus memberi contoh kalau setan saja bisa taat padaNya (Mrk 1:27). Setan menuruti apa yang dikatakan Yesus dan menjalankannya.
Maka, marilah kita berusaha berkembang, berusaha taat pada Yesus supaya bertumbuh dan berkembang dalam iman setiap harinya. Wujudkan iman kita dengan merawat alam yang sudah diberikan Tuhan sampai sekarang. Sudahkah kita melakukan semuanya itu dengan setia? [Br. Yohanes Suparno, O.Carm.]
Selamat beraktivitas. Berkah Dalem 🙏
#berkat
#berandakatolik
SELASA, 05 JANUARI 2021
HARI BIASA SESUDAH PENAMPAKAN YESUS
Bacaan I : 1Yohanes 4:7-10
Bacaan Injil : Markus 6:34-44
BERBELAS KASIH DAN BERTANGGUNG JAWAB
penerbit : @penerbit_karmelindo
Kita bersyukur memiliki Allah yang penuh belas kasih, penuh cinta dan selalu mampu menyelami hati kita secara mendalam. Allah selalu bertindak karena belas kasih sebagaimana dalam Injil hari ini. Dikisahkan dalam Injil bahwa Yesus ketika sedang mengajar banyak orang, Yesus melihat bahwa orang-orang tersebut sedang lapar dan butuh makanan. Maka Yesus berinisiatif untuk melepaskan rasa lapar mereka dengan memberi makan dengan jalan menggandakan roti. Yesus memberi pembekalan bukan hanya soal bekal rohani tetapi juga bekal jasmaniah. Memang manusia untuk mampu mencapai kesempurnaan hidup harus dibekali secara menyeluruh baik jasmani, jiwa, batin maupun spiritualnya.
Yesus adalah cermin wajah Allah Bapa melalui peristiwa penggandaan roti dalam Injil ini. Sikap manusia sangat lain dengan sikap Allah. Sikap manusia dapat terlihat dalam tindakan para rasul yang meminta Yesus untuk menyuruh orang banyak itu pulang. ”Tempat ini sepi dan sudah larut. Suruhlah mereka pergi supaya mereka bisa ke daerah sekeliling dan ke desa-desa untuk membeli sesuatu untuk dimakan.” Sebuah sikap pesimis, miskin empati, serta kurang bertanggung jawab. Seolah-olah ada unsur melepas tanggung jawab atas persoalan waktu itu. Yesus mengatakan, "Kamulah yang memberi mereka makan." Sebuah ungkapan rasa tanggungjawab, berkomitmen dan memiliki sikap bela rasa yang sangat tinggi. Di awal Injil juga dikatakan hati Yesus selalu tergerak oleh belas kasihan. Maka hati yang digerakkan oleh belas kasih adalah hati yang sungguh berasal dari Allah.
Hidup yang dikuasai oleh Roh Tuhan adalah hidup yang senantiasa digerakkan oleh belas kasih. Kita dipanggil untuk hidup berbelas kasih. Orang yang berbelas kasih pasti akan memiliki sikap empati dan rasa peka yang luar biasa. Orang yang berbelas kasih akan membuat dia berkomitmen dan bertanggung jawab atas tugas dan kepercayaan yang diserahkan kepadanya.
[Rm.Tinto Tiopano Hasugian, O.Carm]
Selamat beraktivitas. Berkah Dalem 🙏
#berkat
#berandakatolik
SELASA 29 DESEMBER 2020
OKTAF NATAL
Bacaan I : 1Yohanes 2:3-11
Bacaan Injil : Lukas 2: 22-35
TABURAN BENIH
penerbit : @penerbit_karmelindo
Di hari kelima Oktaf Natal, sukacita dan kegembiraan kelahiran Yesus masih kita rasakan. Suasana batin kita kiranya tidak hilang menyambut kelahiran Sang Juruselamat dunia. Bacaan hari ini masih dilingkupi semangat Natal. Semangat hadirnya Tuhan karena kasih yang mendatangkan Putra untuk membarui dunia yang rusak karena dosa. Kasih-Nya yang tidak ada habisnya dalam sejarah kehidupan manusia, yang kita terima menjadi dasar untuk mengasihi sesama. Mengasihi sesama untuk bertekun dalam hidup yang penuh kasih persaudaraan.
Perintah Tuhan untuk saling mengasihi sebagai saudara dan hidup di dalam terang. Kita dipanggil bukan hidup di dalam kegelapan. "Barangsiapa mengasihi saudaranya, ia tetap berada di dalam terang, dan di dalam Dia tidak ada penyesatan." (1Yoh 2:10). Kita terpanggil untuk hidup sebagai anak-anak yang membawa cahaya Ilahi, agar semua orang dijauhkan dari perbuatan kejahatan yang saling menyesatkan.
Dalam Injil, kita merenungkan Simeon dan Hana adalah pribadi yang taat setia pada perintah hukum Tuhan. Simeon dan Hana hidup di dalam cahaya Ilahi. Hidup dalam cahaya ilahi ini mengobarkan kerinduan akan sebuah penantian. Kerinduan yang membuat mereka bertekun dan bersabar akan datangnya harapan baru yaitu datangnya Mesias. Mereka menanti-nantikan datangnya Sang Juruselamat. Pertemuan mereka dengan bayi Yesus, Maria dan Yusuf merupakan tanda bahwa mereka sungguh dibimbing oleh Tuhan Allah. "Sebab mataku telah melihat keselamatan yang dari pada-Mu, yang telah Engkau sediakan di hadapan segala bangsa, yaitu terang yang menjadi penyataan bagi bangsa-bangsa lain dan menjadi kemuliaan bagi umat-Mu, Israel" (Luk 2:30-32).
Inilah teladan orang salah yang hidup bagi Tuhan Allah. Inilah pilihan hidup Simeon dan Hana. Penantian panjang yang membawa sukacita. Nubuat Simeon dan Hana sangat berarti bagi Bapa Yusuf dan Bunda Maria. Semoga kita pun punya hati seperti Bapa Yusuf dan Bunda Maria. Sudahkah? [RP. Albertus Medyanto, O.Carm.]
Selamat beraktivitas. Berkah Dalem 🙏
#berkat
#berandakatolik
SELASA, 22 DESEMBER 2020
PEKAN KHUSUS ADVEN
Bacaan I : 1Samuel 1:24-28
Bacaan Injil : Lukas 1:46-56
HIDUP BERSAHAJA SEPERTI BUNDA MARIA
penerbit : @penerbit_karmelindo
Puji-Pujian yang dipanjatkan oleh Maria dalam Injil hari ini Pdikenal sebagai Magnificat. Disebut pujian magnificat karena itulah kata pertama yang diucapkan oleh Maria yaitu, "Jiwaku memuliakan Tuhan.” Sebuah permenungan dan ungkapan iman Maria yang paling dalam akan kebesaran dan keagungan Tuhan dalam hidupnya dan bagi dunia ini. Maria dengan jiwa yang bergetar haru melihat segala kebaikan dan kesempurnaan Tuhan dalam rencana keselamatan-Nya untuk dunia ini. Di samping itu, Maria juga menyadari bahwa Allah yang selama ini ”hidup dalam keheningan-Nya” akan membuat peristiwa besar bagi dunia dengan terlibat secara langsung ke dunia ini dan membawa perubahan besar bagi kehidupan manusia. Maka segala kemapanan hidup, mentalitas berpikir dan pemahaman hidup manusia hendak diperbarui dengan cara pandang yang baru.
Allah itu diyakini Maria sebagai Sang Juruselamat yang memberi dunia baru bagi manusia yang selama ini banyak mengalami penderitaan dan kehampaan hidup. Alasan lain Maria mengagungkan dan memuji Allah adalah karena Maria merasa terberkati karena status dan keadaannya yang rendah dan tak layak malah dilayakkan dan dipilih Allah sebagai saluran keselamatan Allah bagi seluruh umat manusia. Maka pantas Maria mengalami sukacita yang besar.
Maria sungguh insan yang memiliki pribadi yang bersahaja. Sederhana dalam bertindak dan berperilaku, tetapi memiliki keteguhan iman yang mendalam. Dia selalu siap sedia bekerja Sama dengan Tuhan untuk mewujudkan keselamatan dan kebahagiaan bagi seluruh umat manusia. Maka, mari belaiar dari Maria menjadi pribadi yang bersahaja, sederhana dalam kata-kata dan gaya hidup tetapi selalu siap sedia untuk menerima dan melaksanakan rencana Tuhan disepanjang hidup kita. Kesederhanaan, ketulusan dan cinta yang tak pernah luntur oleh Waktu dan persoalan yang dipraktikkan oleh Maria hendaknYa menJ'adi inspirasi bagi kita juga untuk sampai kepada kesadaran akan keagungan Tuhan dalam hidup ini. [RP. Tinto Tiopano Hasugian, O.Carm.]
Selamat beraktivitas. Berkah Dalem 🙏
#berkat
#berandakatolik
SELASA, 15 DESEMBER 2020
PEKAN ADVEN KE III
Bacaan I : Zefanya 3:1-2.9-13
Bacaan Injil : Matius 21:28-32
TIDAK MALU BERTOBAT
penerbit : @penerbit_karmelindo
Melakukan kelalaian itu hal yang biasa. Bahkan dosa adalah bagian dari hidup manusia. Sayangnya, hanya sedikit orang yang mau dengan jujur mengakui kesalahan, kelalaian dan dosa mereka, lalu menyesalinya. Maka sungguh sebuah sikap yang luhur, bila orang mau bertobat dan mengakui kesalahannya.
Injil hari ini mewartakan perumpamaan Yesus tentang dua anak yang berbeda sikap. Anak sulung menjawab ”ya” tetapi tidak pergi (ay. 29). Sedangkan anak kedua menjawab ”tidak mau” tetapi kemudian menyesal dan pergi melaksanakan perintah bapanya (ay. 30). Dua sikap ini tentu membawa konsekuensi dalam hidup mereka.
Sesungguhnya kedua anak tersebut sama-sama tidak konsisten. Jawaban mereka tidak sinkron dengan tindakan. Namun, rupanya Tuhan Yesus Iebih menghargai jawaban anak yang kedua daripada anak yang pertama. Yang pertama mengandalkan kata-katanya, sedangkan yang kedua mengandalkan perbuatannya.
Mengapa jawaban ”ya” dari anak pertama tidak mendapat apresiasi dari Yesus? Sebab sikap anak pertama merupakan cetusan sikap acuh tak acuh menampik undangan kasih Allah. Suatu kelesuan dan kemalasan hati nurani untuk menemukan Allah dalam karya nyata. Sedangkan anak kedua menyesal atas jawabannya, dan segera ia melaksanakan kehendakAllah.
Melalui perumpamaan ini, Yesus mau menunjukkan siapa Vang layak dan tidak layak masuk dalam Kerajaan Allah. Seperti anak kedua yang semula menolak perintah ayahnya tapi kemudian menyesal dan melakukannya, demikian juga para pemungut Cukai dan para pelacur yang mengalami cinta Yesus. Mereka membarui hidup mereka untuk menjawab tuntutan Yesus.
Kita dipanggil untuk mencari dan melaksanakan kehendak Allah. Kita diundang untuk tidak malu berubah. Maka, mari kita bertobat dan melayani Allah dengan ketaatan penuh. Allah akan Menyediakan Kerajaan Allah bagi kita, bila kita tekun setia melaksanakan perintah-Nya. [RP. Nolaskus Harsantyoko. O.Carm.]
Selamat beraktivitas. Berkah Dalem 🙏
#berkat
#berandakatolik
SELASA, 08 DESEMBER 2020
HARI RAYA SANTA PERAWAN MARIA DIKANDUNG TANPA NODA
Bacaan I : Kejadian 3:9-15.20
Bacaan Injil : Lukas 1:26-38
JANGAN TAKUT
penerbit : @penerbit_karmelindo
Tidak mudah memulai suatu pekerjaan atau tugas yang baru. Orang harus beradaptasi dengan situasi baru, orangorang baru, lingkungan baru, dan tuntutan baru yang kadang harus dilakukan. Mungkin alasan semacam inilah membuat orang merasa berat untuk berpindah ke tempat yang baru. Demikian pula dengan Maria dalam bacaan lnjil hari ini. Ketika menerima tawaran tugas dan tanggung jawab yang baru menjadi ibu Tuhan, menjadi ibu Sang Juruselamat tentu ada ketakutan dan keraguan. Oleh karena itu, malaikat sang pembawa kabar gembira memberikan kekuatan dan peneguhan ”Jangan takut, hai Maria, sebab engkau beroleh kasih karunia di hadapan Allah" (Luk 1:30). Sebagai seorang gadis desa sederhana tentu ada kegelisahan dan ketakutan dalam hati Maria berhadapan dengan tanggung jawab yang baru, maka dukungan dan peneguhan dari Malaikat Gabriel ”jangan takut” merupakan Sesuatu yang sangat dibutuhkan oleh Maria. Kehadiran malaikat adalah dukungan kehadiran Allah dalam hidup kita.
Para pembaca, Maria telah merintisjalan bagi kita. Ia telah memberi teladan bagaimana harus bersikap ketika berhadapan dengan kegelisahan dan ketakutan karena berbagai persoalan dan kesulitan yang dihadapi. Sikap pasrah dan percaya sepenuhnya kepada penyelenggaraan Allah menjadi kunci Penting dalam situasi yang demikian. Bahwa Allah tidak pernah ingkar janji. Melalui malaikat-Nya la berjanji untuk mengutus Roh-Nya "Roh Kudus akan turun atasmu dan kuasa Allah Yang Mahatinggi akan menaungi engkau” (LUk 1135).
Berhadapan dengan ketakutan sebagaimana yang dialami Maria, satu hal penting yang perlu kita sadari adalah bahwa kita tidak berjalan sendirian. Ada Maria ibu dan saudari kita yang selalu menyertai kita dengan doa-doanya. Lebih dari itu, kita memiliki Tuhan yang peduli, Tuhan yang tidak meninggalkan kita beriuang sendirian. Dialah Yesus Sang Imanuel; Allah yang se“a"ti353 beserta kita, kapan dan di mana pun kita berada. Jika demikian masihkah kita merasa takut? [RP. Ferdinandus Tay, O. Carm]
Selamat beraktivitas. Berkah Dalem 🙏
#berkat
#berandakatolik
SELASA, 1 DESEMBER 2020
PW BEATO DIONISIUS DAN REDEMPTUS,BIARAWAN DAN MARTIR INDONESIA
Bacaan I : Yesaya 11:1-10
Bacaan Injil : Lukas 10:21-24
SUKACITA ALLAH ADALAH SUKACITAKU
penerbit : @penerbit_karmelindo
Injil hari ini berbicara tentang doa syukur Yesus. Dalam doaNya, Yesus mengungkapkan rasa syukurnya atas rahasia Kerajaan Surga yang dinyatakan kepada orang kecil dan bukan kepada orang bijak pandai. Mengapa la menyembunyikan rahasia Kerajaan Allah kepada orang bijak pandai dan menyatakannya kepada orang kecil? Apakah Yesus punya dendam dengan bijak pandai? Dan apakah dengan doa Yesus ini, Kerajaan Surga tidak diperkenankan bagi mereka yang memiliki kemampuan intelektual yang luar biasa?
Konteks doa syukur Yesus adalah para murid yang berhasil dalam perutusannya (Luk 10:17-20). Mereka adalah orang yang sederhana dan sangat tidak diperhitungkan dalam masyarakat Yahudi. Tetapi, justru mau dengan sepenuh hati mendengarkan ajaran Yesus dan membagikannya kepada banyak orang. Oleh pelayanan mereka, banyak orang menjadi percaya kepada Allah. Lalu, siapakah orang bijak pandai yang dimaksudkan Yesus? Mereka adalah ahli taurat dan orang Farisi. Mereka adalah golongan orang terkemuka dan berpendidikan (tentang kitab suci), namun sulit untuk membuka diri, mendengarkan dan menerima hal baru yang diajarkan Yesus. Pengetahuan yang mereka miliki membuat mereka menjadi sombong, sulit mendengarkan dan hanya mencari-cari kesalahan orang lain. Hal ini yang sangat ditentang oleh Yesus.
Apa pesannya untuk kita? Pertama, Allah tidak membutuhkan orang yang bijak pandai, tetapi membutuhkan orang yang rendah hati dan bisa mendengarkan orang lain. Sebab, keutamaan ini justru akan menyempurnakan pengetahuan yang dimiliki oleh seseorang. Tanpa kerendahan hati, seseorang yang pandai akan jatuh pada dosa kesombongan. Kedua, Yesus bersyukur karena banyak orang bertobat. Maka, segala kemampuan, bakat dan talenta yang kita miliki harus mengarahkan kita dan semua orang untuk bertobat. Itulah sukacita terbesar Allah. Berikanlah diri seutuhnya untuk pertobatan diri dan sesama, maka Allah akan bersukacita dan demikian pula kita.
[RP. Atanasius Marianto Eka,O.Carm]
Selamat beraktivitas. Berkah Dalem 🙏
0 komentar:
Posting Komentar